Search This Blog

04 February 2013

Indonesian Worker's Art and Cultural Exhibition (IWACE)

Invitation IWACE
Minggu (27/1) Buruh  Migran Indonesia (BMI) di Hong Kong menggelar pameran seni dan kebudayaan Indonesia di Ho tung Secondary School, Eastern Hospital Road, Causeway Bay, Hong Kong. Acara yang bertema Indonesian Worker's Art and Cultural Exhibition (IWACE) diselenggarakan oleh TCK Learning Centre (TCKLC)  for migrant worker's bertujuan mengenalkan seni dan budaya nusantara ke kancah internasional. Seperti yang disampaikan manager TCKLC Crista Rahayu, " Bahwa IWACE  memberikan wadah kepada BMI dengan segala kreatifitas yang dimiliki dan memberikan karya terbaiknya untuk ditunjukkan ke public".


Audience yang antusias.....
Dengan segala upaya IWACE berusaha menyajikan seni dan kebudayaan Indonesia yang beragam. Beberapa peserta IWACE menampilkan kesenian dari beberapa daerah, seperti menyanyikan lagu Batak, Bengawan Solo dan lagu-lagu khas Indonesia lainnya. Selain lagu daerah, mereka juga menampilkan tari-tarian. Ada Tari Merak, Tari Gambyong, Tari Jaranan dan masih banyak lagi tarian lainnya. Salah satu group peserta menampilkan cerita ketoprak dengan lakon Ande-Ande Lumut yang diselipi isu-isu buruh. Dalam dialog, mereka menggunakan bahasa jawa krama inggil. Satu bukti bahwa mereka tidak melupakan bahasa ibu. Dengan kreatifitas yang mereka miliki, diharapkan bisa memicu BMI lainnya untuk berkarya. IWACE  terbuka untuk semua BMI di Hong Kong baik dari organisasi maupun individu. TCKLC  memberikan wadah dan kesempatan kepada seluruh BMI yang ada di Hong Kong. Merangkul dan mengajak mereka untuk berpartisipasi memeriahkan acara tersebut, dengan syarat menampilkan murni karya BMI mau pun karya yag berbau Indonesia.
Tari Merak oleh Sanggar Budaya Hong Kong

Disela-sela acara, seorang BMI meluncurkan sebuah buku kumpulan beberapa tulisannya yang telah dimuat di beberapa media Hong Kong dan tanah air. Buku yang ditulis oleh Arista Devi berjudul Empat Musim Bauhinia Ungu. Dalam buku yang mengisahkan suka duka kehidupan BMI Hong Kong yang nyata terjadi. Namun kisah tersebut dikemas dalam berbagai cerita sehingga menjadi bacaan yang menarik. Selain launching buku, beberapa peserta pameran juga memajang buah tangan mereka. Di antaranya pernak pernik yang terbuat dari manik-manik, tas yang dibuat dari sampah daur ulang sehingga mejadi sebuah tas yang cantik, bunga yang diukir dari sabun dan masih banyak lagi barang-barang yang dipamerkan. 

Suksesnya acara tak lepas dari tangan dingin seorang bule yang biasa disapa Mas Chris. Pria yang berasal dari United Kingdom (UK) tersebut sangat mencintai budaya Indonesia. Selain sebagai Treasurer/advicer di TCKLC, Mas Chris juga Presiden sebuah lembaga pendidikan Living Values Education (LVE) dengan senang hati membantu/mencarikan link-link yang berhubungan dengan pendidikan/budaya. Dengan harapan BMI Hong Kong menjadi BMI yang cerdas dan mampu menjunjung tinggi kebudayaan Indonesia, serta menanamkan rasa cinta akan nilai-nilai budaya yang dimiliki Indonesia. Beberapa organisasi/individu pun dengan sukarela bahu membahu demi kelancaran acara.

Indonesian Worker's Art and Cultural Exhibition yang diselenggarakan oleh TCKLC kemarin, mendapat dukungan baik dari beberapa pihak. Bentuk dukungan dari Bank Negara Indonesia (BNI) dan Dompet Duafa Hong Kong adalah dengan menjadi sponsor untuk acara tersebut. Lalu kemana Konsulat Jendral Republik Indonesia (KJRI)? Menurut Crista, KJRI tidak mau mendukung acara tersebut dengan menolak menjadi salah satu sponsor. Ketika dimintai alasan, pihak KJRI hanya menyampaikan tidak ada alasan apa pun.Sangat disayangkan dengan sikap KJRI yang seharusnya menjadi rumah/tempat bernaung bagi warganya justru terkesan "memusuhi". Tapi itu sudah menjadi rahasia umum.

Di antara tamu non BMI yang datang berkunjung, ada beberapa warga lokal, serombongan mahasiswa UII yang kebetulan sedang melakukan riset di Hong Kong dan mampir ke acara IWACE. Dan juga hadir  Mr Paul O'Connor seorang penulis yang juga Adjunct Assistant Professor Department of Antrophology, The Chinese University of Hong Kong. Penulis buku Islam in Hong Kong : Muslims and everyday life in China's world city tersebut datang bersama istri dan 3 anaknya. Mereka merasa takjub dengan budaya Indonesia. Bahkan menawarkan untuk ikut membantu untuk event selanjutnya. Nah! kalau orang luar saja mengapresiasi seni dan budaya Indonesia, kenapa kita tidak?

So, be ready for the next event on earlier April, See you there....



2 comments:

Anonymous said...

Good Job. Thats why you interviewed mas Chris yesterday iya kan hmmm....

Terima kritik / correction ga miz Y.W.K ? :D

Yany Wijaya Kusuma said...

Ini bu sec lulus ya? oh silaken bu..dengan senang hati menerima jahitan eh kritikan.....
Kemarin cuma ngobrol biasa dengan Mas Chris kok...