Search This Blog

09 July 2013

Kisah Nyata TKW Hong Kong


Pagi yang indah seindah mentari di ufuk timur yang sedang tersenyum menyapa bumi. Kuayunkan langkah di jalanan Hong Kong yang padat, di antara orang-orang yang berjalan dengan tergesa-gesa. Aku berjalan menuju sebuah halte bis di ujung jalan. Begitu sampai, ternyata antrian panjang sudah terjejer rapi di sana. Beberapa menit kemudian bis yang di tunggu-tunggu datang. Satu persatu para penumpang naik. Sengaja aku memilih bangku dekat jendela biar puas memandang alam. Di sebelahku, duduk seorang mbak dengan dandanan tomboy yang asyik masyuk nggedebus di ponselnya.
"Iya, sekarang aku dah naik bis ini," ucapnya dengan lawan bicara di ujung telpon itu.
"Engko nek ngomong piye?" lanjutnya dengan logat jawa yang khas.
Aku diam dan asyik dengan duniaku sendiri, sehingga tak sempat lagi mendengar pembicaraan mbak di sebelahku. Terkadang aku tersenyum sendiri. "Gilakah aku?"

Setelah melewati beberapa halte bis, aku baru tersadar dari lamunan dan saat itulah aku menangkap gelagat aneh dari mbak yang duduk di sebelahku tadi. Dia tampak gelisah, entah apa yang ada di benaknya. Sebentar-sebentar dia garuk kepalanya yang mungkin tidak gatal itu. Aku hanya diam sambil melirik segala tingkahnya sambil bertanya-tanya dalam hatiku,"ada apa dengan mbak ini?"...

Sampai pada akhirnya, aku baru tahu apa yang membuat dia gelisah setelah dengan gugup dia berdiri dan menyeru pada pak sopir untuk menghentikan bis "Eh, pak-pak berhenti lok che (turun)". Tanpa sadar dia berbahasa indonesia sedangkan sopir yang tak paham bahasa Indonesia itu dengan mendadak dengan mata melotot menghentikan bisnya. Seketika itu juga meledaklah tawaku. Sambil ku pegangi perutku aku dan juga mbak itu turun dari bis. Dengan tatapan aneh dia bertanya padaku,"Orang indonesia?"
"He eh, mbak..." jawabku.
"Tak pikir wong Filipina mbak, tahu gitu tadi aku diam saja nunggu mbak yang kasih komando pada sopir bis," cerocosnya.
"Eh, kok tadi mbak tertawa sampai ngakak gitu, ada apa ya?"dengan polos dia kembali bertanya.
"Mbak sadar ga kalau ada di Hong Kong?" aku balik bertanya.
"Sadarlah, emang kenapa?" Mbaknya dengan pede nanya kembali dan tampaknya dia belum ngeh dengan apa yang baru saja terjadi.
"Bukankah tadi mbak memanggil "pak" pada sopir bis? memangnya sopir tadi tahu mbaknya ngomong apa? Lagian mbak tinggal pencet tombol di atas kepala sampeyan itu, sopir dah ngerti kok."
Dia berpikir sejenak, baru kemudian tertawa terbahak-bahak mengingat kekonyolannya.
"Oh, iya yah hahahahha....ya maklum mbak aku kan durung isa bahasa kantonis, makasih ya mbak dah diingatkan." ujarnya sambil nggeloyor pergi.
"Dasar bocah gemblung!!!"batinku...
"He..he..he....


Fanling 10 April 2010