Search This Blog

21 July 2012

Bea Masuk dan KTKLN "ATM" Model Baru Untuk Melegalkan Pungutan Liar

Bea Masuk/Cukai
Beberapa minggu terakhir buruh migran dibuat kalang kabut terkait pemberitaan diberlakukannya Bea Masuk (BM) di bandara. Isu bea cukai ini begitu meresahkan bahkan menakutkan bagi beberapa buruh migran Indonesia (BMI). Ya, peraturan BM ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 188/PMK.O4/2010 tentang impor barang yang dibawa pelancong, pelintas batas, awak sarana pengangkut dan barang kiriman dari luar negeri. 

Peraturan ini berlaku sejak 29 Oktober 2010 lalu, tapi baru sekarang ramai dibicarakan. Tujuan dari peraturan ini adalah untuk meningkatkan dan menyelamatkan produk dalam negeri. Atau mungkin saja sebagai pengganti pendapatan negara atas dibebaskannya bea fiskal mulai tahun ini. Sasarannya tentu saja para Warga Negara Indonesia (WNI) yang melancong keluar tak terkecuali BMI. Dan karena ketidaktahuan dan kurangnya sosialisasi inilah (khususnya BMI) beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan situasi tersebut untuk praktek pungutan liar di bandara. 

Beberapa BMI sangat khawatir bahkan ketakutan dengan isu tersebut. Mereka khawatir akan terjadi pemerasan di bandara. Karena mayoritas BMI yang pulang ke tanah air membawa barang-barang elektronik yang mahal. Seperti handphone, laptop, dan kamera. Dan kadang barang-barang tersebut tidak cukup satu, karena bisa jadi beberapa teman menitipkan oleh-oleh untuk keluarga mereka di kampung halaman. Sebenarnya tak usahlah BMI terlalu dicekam ketakutan asal  tahu aturan-aturan yang berlaku dan tidak menyalahinya. Untuk penarikan pajak di bandara hanya berlaku bila barang bawaan melebihi di atas USD 250. Jadi dihimbau buat BMI untuk mengira-ngira barang bawaan saat pulang ke tanah air. Dan tetap berhati-hati dengan oknum yang tak bertanggung jawab yang berkeliaran di bandara. Be Smart!!

KTKLN
Belumlah usai huru hara mengenai bea cukai, muncul kembali huru hara yang lebih menghebohkan dikalangan buruh migrant. Isu tentang Kartu Tenaga Kerja Keluar Negeri (KTKLN). Kartu yang fungsinya masih dipertanyakan. Kartu yang katanya untuk perlindungan. Kalau alasannya sebagai perlindungan, perlindungan yang bagaimana? Dan dalam hal ini siapa yang paling diuntungkan? KTKLN bukanlah solusi perlindungan. KTKLN hanyalah sebuah alat untuk melegalkan praktek pungutan liar. Pada kenyataannya kartu tersebut hanya berisi biodata yang hampir sama dengan passport. Nama, tanggal lahir, alamat dan sebagainya sudah tertera dalam dipaspor. Bahkan alamat lengkap majikan yang mempekerjakannya.

Penolakan paling gencar dilakukan oleh BMI Hong Kong. Seperti yang terjadi di peringatan May Day lalu. Ribuan buruh turun  kejalan melakukan aksi penolakan KTKLN. Ironisnya, mengutip pernyataan Kepala Badan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), seperti  yang diberitakan salah satu media berbahasa Indonesia di Hong Kong, Jumhur Hidayat menyatakan untuk mendapatkan KTKLN tidak dipungut biaya alias gratis tapi harus mempunyai bukti asuransi dan Dana Pembinaan dan Penyelenggaraan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (DP3TKI). Nah lho? Katanya gratis tapi kok berbelit-belit. Apa itu tidak membingungkan? Kalau memang pemerintah mau melindungi BMI, ya jangan setengah-setengah. Anehnya, dalam undang-undang KTKLN disyahkan tahun 2004 lalu, namun gaungnya baru ramai terdengar tahun ini.dan disaat menjelang musim liburan/cuti para BMI ke tanah air. Nah! Ada permainan apa dibalik ini semua? Isu KTKLN menjadi momok tersendiri bagi BMI. Bahkan beberapa BMI HK membatalkan kepulangannya hanya karena kartu tersebut. Ajaib! Ketakutan dan keresahan BMI tersebut rupanya tercium oleh pihak-pihak yang mencari untung. Antara lain agen. Dari pihak agen menawarkan jasa pembuatan kartu tersebut dengan biaya HK$ 1200. Nominal yang tidak sedikit tentu saja dan memberatkan. Kembali BMI dihadapkan pada pilihan yang mencekik.

Lagi dan lagi. Pemerintah Indonesia selalu membuat kebijakan yang tidak pernah berpihak kepada rakyatnya. Kebijakan timpang dan memberatkan. Dan selalu yang lemahlah yang menjadi korban. Dalam hal ini BMI merasa menjadi bulan-bulanan pemerintah. Kalau memang itu untuk perlindungan BMI, mengapa perwakilan pemerintah di negara tujuan tidak mensosialisasikan pada BMI sedari awal? Supaya BMI tahu dan tidak merasa diperalat. Pengalaman beberapa BMI, dulu ketika baru datang ke Hong Kong dan memegang kartu KTKLN, oleh agen disuruh membuang kartu tersebut. Tetapi, mengapa kartu itu sekarang dicari-cari? Dan pada prakteknya pembuatan kartu tersebut tidaklah semudah yang dinyatakan oleh Kepala BNP2TKI, Jumhur Hidayat. Untuk mengurus KTKLN hanya bisa dilakukan di tingkatan propinsi dan di kota-kota besar. Nah! Kalau seorang BMI tinggal di pelosok desa, apa itu tidak menyusahkan dan memberatkan secara biaya tidak resmi lainnya. Dan tentu saja itu sangat merugikan soal waktu khususnya bagi BMI yang sedang cuti ke tanah air, yang hanya mempunyai waktu mayoritas hanya 2 minggu.

Namun Kepala BNP2TKI, Jumhur Hidayat berjanji pengurusan KTKLN akan dipermudah. Akankah janji Kepala BNP2TKI terwujud? Kita tunggu saja!!

KTKLN Perlindungan atau Bisnis (?)


Masalah Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN), rasanya semakin pelik dan menakutkan bagi kawan-kawan Buruh Migran Indonesia (BMI). Entah mengapa pemerintah yang seharusnya melindungi justru semakin mempersulit keadaan. UU No 39 Tahun 2004 pasal 105 ayat (2) yang berbunyi,” Selain dokumen yang diperlukan untuk bekerja ke luar negeri, TKI yang bekerja di luar negeri secara perseorangan harus memiliki KTKLN.” Dan pasal 62 ayat (1) yang berbunyi,” Setiap TKI yang ditempatkan di luar negeri, wajib memiliki dokumen KTKLN yang dikeluarkan oleh Pemerintah.” Justru UU tersebut dijadikan ladang empuk bagi orang-orang yang berkepentingan pribadi belaka.

Karena ketidaktahuan BMI akan pasal-pasal tersebut di atas, maka kesempatan ini dimanfaatkan oleh oknum yang tak bertanggung jawab untuk memeras kawan-kawan BMI. Dengan dalih untuk perlindungan maka mereka memaksa BMI untuk memilikinya. Sebenarnya tanpa dipaksapun, kalau itu sudah tertera dalam UU yang mewajibkan setiap TKI yang ditempatkan di luar negeri wajib memiliki KTKLN, sebagai warga negara yang baik pasti akan mematuhi peraturan tersebut, bila benar-benar dilaksanakan sesuai UU tersebut dan tidak merugikan. Misalkan saja seseorang yang bepergian ke luar negeri harus memiliki passport. Nah, karena passport memang diwajibkan dan memang dibutuhkan, maka dengan legawa, setiap orang yang pergi ke luar negeri pun memilikinya.

Berbeda dengan KTKLN. Dari sekian cerita pengalaman BMI yang pulang kampung, tidak satupun dari mereka yang merasa legawa mengurus KTKLN ataupun menghadapi oknum yang tak bertanggung jawabMereka membuat KTKLN pun bukan berdasarkan kesadaran yang mewajibkan memiliki KTKLN. Akan tetapi mereka membuat KTKLN karena merasa ketakutan dengan ulah oknum-oknum bandara atau mungkin hanya sekedar menyumpal mulut mereka agar diam.Dan anehnya pemerasan ini tidak hanya terjadi di bandara dan oleh orang luar, bahkan terjadi juga dalam birokrasi dan pelakunya adalah para birokrat itu sendiri. Dan ini sudah menjadi rahasia umum.

Belakangan ini banyak BMI yang ketika pulang kampung berusaha mengurus kartu tersebut. Dengan berbekal informasi yang mereka peroleh sebelum kembali ke tanah air, bahwa mengurus KTKLN bisa sehari jadi, dipermudah dan satu lagi yang digembor-gemborkan Ketua BNP2TKI, bahwa mengurus KTKLN gratis alias tidak dipungut biaya. Namun kenyataan di lapangan tidaklah begitu. Banyak BMI yang harus gigit jari, ngowoh, mangkel, nggrundel bahkan ngeyel berargumen dengan petugas pun tidak ada gunanya. Mereka terpaksa atau dipaksa (mungkin) tetap harus membayar sejumlah uang untuk segala tetek bengek persyaratan membuat KTKLN. Oh, sungguh aneh bila kartu KTKLN yang katanya untuk perlindungan tapi malah diperjual-belikan. Perlindungan adalah hak asasi bagi setiap warga negara tanpa memandang status sosial. Dan melindungi adalah kewajiban negara kepada seluruh warga.

Siapa yang lebih membutuhkan KTKLN? Pemerintah atau BMI? Jadi KTKLN itu bisnis atau perlindungan? Semua itu masih menjadi pertanyaan besar. Dan butuh kekuatan dari BMI sendiri untuk menguak rahasia besar dibalik KTKLN. Semoga!?