Search This Blog

11 December 2018

Pulang

Cuaca di Hong Kong makin tak menentu sama seperti cuaca hatiku. Dari hari ke hari aku seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Kehilangan arah, tak tahu harus kemana melangkah. Ah, entahlah....
Aku sedang bingung membuat keputusan. Sebuah keputusan yang tak mudah, ketika berada di titik nol. Semua serba membingungkan. Hidup memang penuh liku-liku, seperti jalan setapak di sebuah pegunungan yang penuh tanjakan yang mengharuskan kita merangkak dan memanjat tapi kemudian harus turun drastis dan berkelok-kelok seperti sebuah roller coster yang memacu andrenalin. Semua terasa berat namun ada kalanya disaat beada di tempat yang "berbahaya" pun aku menikmatinya. Semua indah jika kita benar-benar bisa menikmati situasi apapun itu. Begitulah manusia! Kadang sungguh menyebalkan!

Hari ini cuaca cukup cerah. Untuk menghilangkan suntuk, aku pergi hiking ke sebuah pulau kecil bagian Hong Kong. Aku belum pernah kesana sebelumnya dan merasa takjub ketika berada di sana. Sungguh indah, hutan pinus yang rindang dan hijau di kelilingi hamparan laut yang luas, langit biru dihiasi gumpalan awan putih membuatku betah berlama-lama walau aku sendirian. Aku duduk di sana memandang hamparan laut yang luas, mendengarkan debur ombak yang terdengar syahdu di telingaku. Dikeheningan dan semilir angin hutan pinus, anganku bekecamuk. Otak dan hatiku bertengkar dahsyat. Aku hanya terdiam dan sesekali berbisik lirih,"Tuhan...saya capek! please give me a break!"

Aku masih terdiam tapi hatiku riuh berbicara. Sebuah pertanyaan muncul di kepalaku,"inikah saat yang tepat?" Keputusan pulang ke Indonesia bukanlah hal mudah. Ada sebuah ketakutan yang akan memhantui dan membayangi kemanapun kaki melangkah.

Pulang, bukan perkara mudah ketika separuh hidupmu, kamu berada di negeri orang. Akan banyak pertanyaan dibenak kita. "Bisakah aku hidup di Indonesia?" "Apa yang bisa aku lakukan di Indonesia?" Dan masih banyak pertanyaan lain.
Tapi aku memang sudah merasa jengah hidup di Hong Kong. Saat aku kembali menoleh masa lalu, damn....why am i stuck here? I have to get out from this comfort zone! Harus!!

Entah mengapa tiba-tiba air mataku meleleh. Oh Tuhan, kenapa aku harus menangis? Tidak! aku tak boleh cengeng. Jika memang keputusan itu harusku ambil, semoga itu menjadi yang terbaik. Tuhan, kuatkan aku!
Aku tergugu pilu, meluapkan dan menumpahkan segala rasa pada alam semesta. Hatiku berkecamuk, aku terdiam, aku menangis.

Sayup-sayup aku mendengar seseorang berteriak lewat pengeras suara, rupanya aku tertidur. Aku belum sadar sepenuhnya, aku melihat jam tangan dan fuck! jam 3.30 sore. Aku bergegas membereskan ranselku. Aku tak mau terlambat sampai dermaga karena jam 4 tepat, ferry itu akan membawaku kembali ke Hong Kong. Walau itu bukan ferry terakhir tapi aku tak mau terlalu malam pulang. Setengah berlari aku menuju dermaga. Sambil ngos-ngosan aku masuk dalam antrian dan akhirnya melompat ke dalam ferry deck atas karena aku masih ingin menikmati hamparan laut yang biru dan melanjutkan mimpi.

Akhirnya setelah 45 menit terkatung-katung di atas ferry, aku sampai di hiruk pikuknya Hong Kong. Hari mulai gelap, lampu-lampu dari gedung pencakar langit mulai tampak kerlap kerlip menambah semarak suasana Hong Kong. Langkah kakiku terasa ringan menuju menuju halte bus. Aku menunggu bis yang akan membawaku pulang. Ya, keputusan itu telah aku ambil. Aku pulang! Aku harus pulang. Indonesia tunggu aku, i am comingggggg home!!!...



Fanling, 25 October 2017

26 December 2015

Simbok


Belakangan ini, simbokku sering banget datang dalam mimpi. Kata orang-orang, kalau mimpi didatangi orang yag sudah meningggal, artinya orang tersebut minta dikirimi doa. Tapi aku pikir bukan hanya masalah minta dikirimi doa, karena mendoakan orang tua sudah menjadi wajib bagi anak-anaknya. Aku memang sedang merindukan sosok simbokku dan bukan karena hari ibu. Mungkin hanya moment-nya saja yang bertepatan dengan hari ibu. Aku merasa masih bisa "berkomunikasi" dengan simbokku lewat mimpi. Entahlah, tetapi itu yang aku rasakan. Semua orang punya caranya sendiri untuk selalu merasa dekat dengan orang yang dicintainya. 

Mungkin ada yang bisa merasakan apa yang aku rasakan ketika kehilangan seorang ibu. Jujur aku belum pernah bisa membahagiakan beliau semasa hidupnya. Malah simbokku yang selalu berusaha membuatku tersenyum ketika beban hidup menghampiriku. Simbok yang selalu menguatkan aku untuk selalu berdiri tegak. Sepertinya hidupku lebih berat ketimbang simbok yang telah lama menjalani semua fase hidup dibandingkan aku. Simbok selalu ada buatku. Ketika cobaan hidup menerpaku, simbok ada disana, untukku. 

Tak ada yang lebih menyakitkan di dunia ini selain kehilangan Simbok untuk selama-lamanya. Saat mendengar kabar Simbok meninggal, dunia terasa runtuh. Aku limbung, aku ingin menangis tapi tak satu bulir pun air mata menetes. Aku ingin berteriak, namun suaraku tersekat di kerongkongan. Aku tak tahu harus bagaimana. Seolah jiwaku pergi bersama Simbok. Aku hanya terduduk lemas tak berdaya.

Baru ketika malam tiba, aku bisa menangis meraung-raung menumpahkan segala sesak di dada. Amarah, benci, kerinduan, cinta, kesedihan tertumpah dalam tangisku malam itu. "Kenapa saat ini ya Allah? Kenapa harus sekarang? Kenapa harus aku yang harus menerima cobaan ini?" sejuta tanyaku dalam hati. 

Sampai saat ini aku masih sangat merindukan simbokku dan apa yang bisa kulakukan selain menangis? Aku hanya bisa berdoa dan mendoakan semoga Simbok bahagia di sisi-Nya. Kalau itu memang yang terbaik, aku harus ikhlas. Ya Allah, muliakan simbokku di sisi-Mu. Amin


22 November 2014

Aku Tetap Mencintaimu

Menjadi ibu kemudian meninggalkanmu, itu sama sekali bukan mauku. Kalau pun sekarang kamu membenci ibu, ibu ikhlas . Kamu terlahir sebagai perempuan, suatu hari kelak kamu akan merasakan menjadi ibu. Dan kamu akan tahu bagaimana rasanya seorang ibu yang jauh dari buah hatinya. Sumpah, ibu tidak pernah melupakanmu walaupun satu detik saja. Kalau banyak orang yang bilang padamu bahwa ibu melupakanmu, ibu maklum karena mereka tidak pernah mengenal ibu secara utuh. Ibu tahu, sekarang kamu belum mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Kalau sekarang ibu terkesan "melepaskanmu" bukan berarti ibu sudah tidak menyayangi dan melupakanmu. Ibu melakukan itu demi kebaikan kita. Ibu tak mau rebutan dengan siapapun yang bisa mengganggu perkembanganmu. Sejauh kamu bahagia, ibu turut bahagia karena kebahagiaanmu adalah yang utama. 

Kalau ibu terlihat "bahagia" sekarang ini, mungkin karena rasa ikhlas itu. Ibu tahu banyak orang di sekitarmu yang berusaha "mencuci otakmu" dan "meracunimu" bahwa seakan-akan ibu melupakanmu. Ndak papa nak, iyakan saja untuk menyenangkan hati mereka. Sekali lagi, ibu percaya ketika kelak kamu dewasa, kamu akan paham segalanya. Ibu tidak sedang mengingatkanmu untuk membalas jasa karena ibu telah melahirkanmu. Tidak!! itu bukan tujuan ibu. Ibu hanya ingin kamu tahu bahwa ibu tak pernah melupakanmu, itu saja tak lebih. Karena ibu tahu, melahirkan adalah kodrat perempuan yang suatu hari nanti kamu pun akan menjalani kodrat itu.

Bulan agustus lalu, saat ibu pulang dan menjemputmu ibu masih ingat ceritamu dengan wajah takut-takut. Hari pertama, ibu tahu kamu masih ragu untuk mengungkapkan apa yang ada di hatimu dan ibu tak pernah memaksamu untuk bercerita. Ibu biarkan kamu melakukan apa pun yang kamu mau. Hari kedua, kamu sudah merasa ibu bukan "orang lain" dan kamu mulai bermanja-manja. Ibu suka itu, karena ibu pun merasa menemukan anaknya yang telah lama "hilang". Kamu mulai bercerita ini itu tanpa sedikitpun keraguan. Ibu menyimak dengan serius, candaan dan kadang juga "mem-bully" mu [maafkan ibu nak, ibu hanya tidak ingin kehilangan moments saat itu]. Kamu bercerita yang masih ibu simpan di memori sampai sekarang. Bagaimana mereka berusaha "menjatuhkan" ibu di hadapanmu. Bagaimana "racun-racun" itu berusaha dimasukkan alam bawah sadarmu. Ibu hanya tersenyum saja mendengar itu. 

Ya!! ibu memang bukan ibu yang baik buatmu. Ibu tak pernah ada ketika kamu butuhkan. Jadi kamu tak perlu merasa harus balas jasa karena ibu melahirkanmu. Tapi percayalah ibu melakukan itu bukan suatu kesengajaan atau tanpa alasan. Ketika dewasa kamu akan mengerti semua. Hanya menunggu waktu saja. Sekarang nikmati yang ada di depanmu. Berusahalah untuk selalu bahagia, karena bahagiamu adalah bahagia ibu juga. 

Anakku, percayalah ibu masih menyayangi sampai detik ini. Posisimu di hati ibu belum tergantikan oleh siapa pun. You're still my beloved one and the only one for me. 




Dedicated for my beloved one Syalsa 
[22 November 2014, Fanling, Hong Kong]

09 July 2013

Kisah Nyata TKW Hong Kong


Pagi yang indah seindah mentari di ufuk timur yang sedang tersenyum menyapa bumi. Kuayunkan langkah di jalanan Hong Kong yang padat, di antara orang-orang yang berjalan dengan tergesa-gesa. Aku berjalan menuju sebuah halte bis di ujung jalan. Begitu sampai, ternyata antrian panjang sudah terjejer rapi di sana. Beberapa menit kemudian bis yang di tunggu-tunggu datang. Satu persatu para penumpang naik. Sengaja aku memilih bangku dekat jendela biar puas memandang alam. Di sebelahku, duduk seorang mbak dengan dandanan tomboy yang asyik masyuk nggedebus di ponselnya.
"Iya, sekarang aku dah naik bis ini," ucapnya dengan lawan bicara di ujung telpon itu.
"Engko nek ngomong piye?" lanjutnya dengan logat jawa yang khas.
Aku diam dan asyik dengan duniaku sendiri, sehingga tak sempat lagi mendengar pembicaraan mbak di sebelahku. Terkadang aku tersenyum sendiri. "Gilakah aku?"

Setelah melewati beberapa halte bis, aku baru tersadar dari lamunan dan saat itulah aku menangkap gelagat aneh dari mbak yang duduk di sebelahku tadi. Dia tampak gelisah, entah apa yang ada di benaknya. Sebentar-sebentar dia garuk kepalanya yang mungkin tidak gatal itu. Aku hanya diam sambil melirik segala tingkahnya sambil bertanya-tanya dalam hatiku,"ada apa dengan mbak ini?"...

Sampai pada akhirnya, aku baru tahu apa yang membuat dia gelisah setelah dengan gugup dia berdiri dan menyeru pada pak sopir untuk menghentikan bis "Eh, pak-pak berhenti lok che (turun)". Tanpa sadar dia berbahasa indonesia sedangkan sopir yang tak paham bahasa Indonesia itu dengan mendadak dengan mata melotot menghentikan bisnya. Seketika itu juga meledaklah tawaku. Sambil ku pegangi perutku aku dan juga mbak itu turun dari bis. Dengan tatapan aneh dia bertanya padaku,"Orang indonesia?"
"He eh, mbak..." jawabku.
"Tak pikir wong Filipina mbak, tahu gitu tadi aku diam saja nunggu mbak yang kasih komando pada sopir bis," cerocosnya.
"Eh, kok tadi mbak tertawa sampai ngakak gitu, ada apa ya?"dengan polos dia kembali bertanya.
"Mbak sadar ga kalau ada di Hong Kong?" aku balik bertanya.
"Sadarlah, emang kenapa?" Mbaknya dengan pede nanya kembali dan tampaknya dia belum ngeh dengan apa yang baru saja terjadi.
"Bukankah tadi mbak memanggil "pak" pada sopir bis? memangnya sopir tadi tahu mbaknya ngomong apa? Lagian mbak tinggal pencet tombol di atas kepala sampeyan itu, sopir dah ngerti kok."
Dia berpikir sejenak, baru kemudian tertawa terbahak-bahak mengingat kekonyolannya.
"Oh, iya yah hahahahha....ya maklum mbak aku kan durung isa bahasa kantonis, makasih ya mbak dah diingatkan." ujarnya sambil nggeloyor pergi.
"Dasar bocah gemblung!!!"batinku...
"He..he..he....


Fanling 10 April 2010

22 February 2013

....TEST PACK OH TEST PACK....

"Yu, anu...sing jenengane test kehamilan kuwi neng ndi leh tuku? trus priwe oleh ngomong?" Begitu tiba-tiba sebuah suara menyapaku siang ini di sebuah jalan saat aku mengantar makan siang ke sekolah Sailo (momonganku). Dari jauh aku memang melihat mbak itu tersenyum tapi aku tidak berpikir dia tersenyum padaku. Aku pun cuek saja berjalan melewatinya. Aku yang terburu-buru dikejar waktu, tak menyangka mbak itu akan menarik tanganku.  Aku yang tadinya mau ngomelin dia degan memasang muka galak, jadi tersenyum mendengar logat ngomong dan mimik culun-nya. Pikirku tadi, enak saja main tarik tangan orang. Sambil lalu aku menjawab," kuwi neng Manning apa Watson's kan akeh tho."
"Terke aku tho, Yu...." Rengeknya sambil menarik tanganku lagi.
"Eh, aku telat ini nganterin makan siang Sailo. Tinggal 5 menit lagi,bisa dipecat dengan tidak terhormat aku nanti. Wis ah rana dhewe!" jawabku sambil benar-benar pergi menjauh. Aku memang jarang ngobrol dengan mbak-mbak di bawah rumah. Karena mereka sering rasan-rasan  dan itu yang membuatku ga suka. Aku lebih memilih asyik mendengarkan musik setiap ke pasar atau kemana saja. Atau kalau pun ngobrol seperlunya saja.

Dengan wajah tanpa dosa, dia membuntutiku sampai sekolahnya Sailo. Begitu aku selesai meletakkan lunch box-nya Sailo, dia menggelangdangku menuju Manning. Eh, kampret nih anak, aku membatin lagi. "Emang sapa tho sing meteng? pacaran karo Pakistan tah?" tanyaku sedikit sewot.
"Kancaku sak omah, sak aken. Bocahe ki ora bisa metu, trus aku sing dikongkon. Bocahe iki pacaran karo bocah lanang seka Yuen Long. Trus siki kuwi ceritane sing lanang wis duwe pacar maning. Lha sing iki ya mencak-mencak wong wis telat rong wulan. Wong wedhok ngendi, sing ora lara atine jal?" Dia terus bercerita tanpa aku minta, sambil terus mengapit tanganku. "Sing lanang kuwi wonge terkenal neng pesbuk Yu. Siki sing meteng iki ya kenek kasus utang piutang mbarang." lanjutnya.
"Iki lho photone, trus iki sing meteng kuwi, lah saiki pacare sing lanang kuwi iki..." cerocosnya tiada henti sambil menunjukkan foto mereka satu-satu.
"Sampean iki kok ya gelem dikongkon tuku ngene iki? Ati-ati sampean ya isa kenekan kasus." Aku mengingatkan sambil berusaha melepaskan cengkraman tangannya. Tapi, rupanya dia belum mau melepaskanku.
"Aku mesakke Yu. Eh, aja ngedeni ta Yu. Kasus piye? Wong aku ora melu-melu." Tanyanya mulai ketakutan.
"Lha sampean nek disilihi duit trus bocahe kabur utawa bunuh diri kan ya sampean dhewe sing rugi tho?" jawabku.
" Eh, agih takonke maring pelayane Yu..." pintanya padaku setelah sampai di Manning.
"Lho kok aku tho? sampean kana sing takon."
"Piye leh takon? apa jenengane?"
"Sik tak golekane, aja rame wae." kataku sambil menuju rak obat-obatan. Berhubung Manning dalam renovasi, jadi semua barang tidak pada tempatnya. Entah di mana benda yang sedang kami cari itu.

Dengan tak sabarnya, kemudian mbak ini kembali menggelandangku ke depan kasir sambil berkata," sampean takon wae Yu, ben cepet ketemu."
"Ya wis sampean wae takon." aku balik menyuruhnya. Dengan bahasa kantonis yang patah-patah dia bertanya pada kasir. Ndilalah kersaning ngalah, kasirnya ga begitu ngeh. Terpaksalah aku yang ngomong. Huh....
"She need test pack for pregnancy, where is it?" aku menjelaskan dan bertanya pada pelayan yang dipanggil kasir. Si kasir dengan muka melongo kemudian bilang "sei lah" (mampus, bahasa kasarnya) sebelum menjawab kemudian meminta pelayan menunjukkan pada kami. Aku yang merasa tak enak hati dan malu, menatap atau lebih tepatnya memelototi dengan muka tak bersahabat pada kasir itu. (Kalau ga digituin, biasanya terjadi diskriminasi). Si kasir jadi salah tingkah.

Setelah mendapat apa yang diinginkan, si mbak antri untuk membayar. Aku pun pamit pergi. Mbaknya bilang,"matur nuwun ya Yu, moga-moga gusti Allah membalas kebaikan sampean."
Lhadalah, aku melongo sambil njrunthul ngalih....Duhhhhhh.....


Pesannya : Kalau pacaran hati-hati ya kawan, jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan.

04 February 2013

Indonesian Worker's Art and Cultural Exhibition (IWACE)

Invitation IWACE
Minggu (27/1) Buruh  Migran Indonesia (BMI) di Hong Kong menggelar pameran seni dan kebudayaan Indonesia di Ho tung Secondary School, Eastern Hospital Road, Causeway Bay, Hong Kong. Acara yang bertema Indonesian Worker's Art and Cultural Exhibition (IWACE) diselenggarakan oleh TCK Learning Centre (TCKLC)  for migrant worker's bertujuan mengenalkan seni dan budaya nusantara ke kancah internasional. Seperti yang disampaikan manager TCKLC Crista Rahayu, " Bahwa IWACE  memberikan wadah kepada BMI dengan segala kreatifitas yang dimiliki dan memberikan karya terbaiknya untuk ditunjukkan ke public".


Audience yang antusias.....
Dengan segala upaya IWACE berusaha menyajikan seni dan kebudayaan Indonesia yang beragam. Beberapa peserta IWACE menampilkan kesenian dari beberapa daerah, seperti menyanyikan lagu Batak, Bengawan Solo dan lagu-lagu khas Indonesia lainnya. Selain lagu daerah, mereka juga menampilkan tari-tarian. Ada Tari Merak, Tari Gambyong, Tari Jaranan dan masih banyak lagi tarian lainnya. Salah satu group peserta menampilkan cerita ketoprak dengan lakon Ande-Ande Lumut yang diselipi isu-isu buruh. Dalam dialog, mereka menggunakan bahasa jawa krama inggil. Satu bukti bahwa mereka tidak melupakan bahasa ibu. Dengan kreatifitas yang mereka miliki, diharapkan bisa memicu BMI lainnya untuk berkarya. IWACE  terbuka untuk semua BMI di Hong Kong baik dari organisasi maupun individu. TCKLC  memberikan wadah dan kesempatan kepada seluruh BMI yang ada di Hong Kong. Merangkul dan mengajak mereka untuk berpartisipasi memeriahkan acara tersebut, dengan syarat menampilkan murni karya BMI mau pun karya yag berbau Indonesia.
Tari Merak oleh Sanggar Budaya Hong Kong

Disela-sela acara, seorang BMI meluncurkan sebuah buku kumpulan beberapa tulisannya yang telah dimuat di beberapa media Hong Kong dan tanah air. Buku yang ditulis oleh Arista Devi berjudul Empat Musim Bauhinia Ungu. Dalam buku yang mengisahkan suka duka kehidupan BMI Hong Kong yang nyata terjadi. Namun kisah tersebut dikemas dalam berbagai cerita sehingga menjadi bacaan yang menarik. Selain launching buku, beberapa peserta pameran juga memajang buah tangan mereka. Di antaranya pernak pernik yang terbuat dari manik-manik, tas yang dibuat dari sampah daur ulang sehingga mejadi sebuah tas yang cantik, bunga yang diukir dari sabun dan masih banyak lagi barang-barang yang dipamerkan. 

Suksesnya acara tak lepas dari tangan dingin seorang bule yang biasa disapa Mas Chris. Pria yang berasal dari United Kingdom (UK) tersebut sangat mencintai budaya Indonesia. Selain sebagai Treasurer/advicer di TCKLC, Mas Chris juga Presiden sebuah lembaga pendidikan Living Values Education (LVE) dengan senang hati membantu/mencarikan link-link yang berhubungan dengan pendidikan/budaya. Dengan harapan BMI Hong Kong menjadi BMI yang cerdas dan mampu menjunjung tinggi kebudayaan Indonesia, serta menanamkan rasa cinta akan nilai-nilai budaya yang dimiliki Indonesia. Beberapa organisasi/individu pun dengan sukarela bahu membahu demi kelancaran acara.

Indonesian Worker's Art and Cultural Exhibition yang diselenggarakan oleh TCKLC kemarin, mendapat dukungan baik dari beberapa pihak. Bentuk dukungan dari Bank Negara Indonesia (BNI) dan Dompet Duafa Hong Kong adalah dengan menjadi sponsor untuk acara tersebut. Lalu kemana Konsulat Jendral Republik Indonesia (KJRI)? Menurut Crista, KJRI tidak mau mendukung acara tersebut dengan menolak menjadi salah satu sponsor. Ketika dimintai alasan, pihak KJRI hanya menyampaikan tidak ada alasan apa pun.Sangat disayangkan dengan sikap KJRI yang seharusnya menjadi rumah/tempat bernaung bagi warganya justru terkesan "memusuhi". Tapi itu sudah menjadi rahasia umum.

Di antara tamu non BMI yang datang berkunjung, ada beberapa warga lokal, serombongan mahasiswa UII yang kebetulan sedang melakukan riset di Hong Kong dan mampir ke acara IWACE. Dan juga hadir  Mr Paul O'Connor seorang penulis yang juga Adjunct Assistant Professor Department of Antrophology, The Chinese University of Hong Kong. Penulis buku Islam in Hong Kong : Muslims and everyday life in China's world city tersebut datang bersama istri dan 3 anaknya. Mereka merasa takjub dengan budaya Indonesia. Bahkan menawarkan untuk ikut membantu untuk event selanjutnya. Nah! kalau orang luar saja mengapresiasi seni dan budaya Indonesia, kenapa kita tidak?

So, be ready for the next event on earlier April, See you there....



20 October 2012

Sebuah Kisah

Hong Kong


Awal tahun 2010 akhir bulan Januari, ku jejakkan kembali kaki ini di negerinya sang kungfu master, Jacky Chan. Ketika memutuskan untuk pulang kampung pada tahun 2009 lalu, aku sudah tak ingin kembali lagi ke Hong Kong. Tapi karena persoalan yang datang bertubi-tubi menghampiri, akhirnya membawaku kembali ke negeri beton ini. Tak mudah mengambil keputusan waktu itu, antara iya dan tidak. Satu sisi aku ingin melihat dan mendampingi tumbuh kembang anakku. Namun, disisi lain aku juga butuh biaya hidup. Dan dari mana aku dapatkan biaya hidup kalau aku tidak ada pekerjaan mapan di Indonesia.

Singkat kata aku mendaftarkan diri lagi. Kali ini, seorang teman di Hong Kong membantuku melalui calling visa. Tak sampai sebulan aku mendapat panggilan terbang. Saat itu aku benar-benar bimbang antara berangkat dan tidak. Setelah aku pikir dengan masak dan minta pertimbangan sana sini, akhirnya aku memutuskan untuk berangkat walau dengan berat hati. Sungguh perih bila mengingat aku yang tak bisa mendampingi tumbuh kembang anakku dimasa kanak-kanaknya. Tapi, sekali lagi apa boleh buat. Mungkin inilah jalanku. Dan inilah jalan yang aku pilih, menjadi buruh migran (kembali).

Masih aku ingat hari itu, kamis malam. Diiringi rintik hujan yang sejak pagi mengguyur bumi, aku berpamitan pada seluruh keluarga. Suasana haru biru oleh tangisan orang-orang yang kusayangi tak menyurutkan tekad. Dengan hati perih kulangkahkan kaki meninggalkan mereka. Sengaja aku tak menengok kebelakang lagi, demi menyembunyikan titik bening di sudut mata. Panggilan buah hatiku kian membuat hati ini teriris-iris. Sungguh aku tak ingin berpisah darinya. Namun, aku tak berdaya menolak takdir. Pergi meninggalkannya demi masa depannya juga. Namun dia belum mengerti. Kelak dikemudian hari, dia pasti mengerti mengapa aku pergi meninggalkannya. Sepanjang perjalanan menuju bandara malam itu, air mataku terus bergulir tanpa mampu ku bendung. Tak semenitpun aku terlelap.

Pagi yang basah ketika aku tiba di bandara Juanda Surabaya, hatiku masih bimbang. Rasanya berat melangkahkan kaki ini. Aku hanya bisa berdoa, semoga kali ini mendapat majikan yang baik hati dan paham tentang hak-hak buruh migran. Dan semoga aku bisa melalui semua rintangan dan harus kuat menjalaninya. Semua kulakukan demi keluargaku tercinta. Aku ingin membantu meringankan beban keluarga. Dan tak ada salahnya bila aku kembali bekerja di negeri beton ini.

Tiba di Bandara Chek Lap Kok Hong Kong, aku dijemput orang dari agency (aku pikir orang yang menjemputku juga pekerja migran sepertiku, yang dipekerjakan di agen. Dan dengan senang hati mereka mau bekerja di agen walaupun mereka tahu bahwa itu telah melanggar hukum perburuhan di Hong Kong). Dibawanya aku bersama dua orang teman yang satu penerbangan menuju agen. Sampai di agen hari sudah malam, karena kecapekan akupun tertidur tanpa sempat mandi. Aku menginap di agen sampai 2 hari karena majikanku tak kunjung menjemputku. Aku jadi semakin khawatir, jangan-jangan majikanku orang jahat, yang suka menelantarkan pembantunya. Pikiranku terus dihantui prasangka buruk.

Dihari ketiga orang suruhan agen mengantarkan aku ke rumah majikan. Sepanjang perjalanan, tak henti-hentinya aku berdoa, semoga semua baik-baik saja. Setelah menempuh satu jam perjalanan, akhirnya sampai juga ditempat tujuan. Di bawah sebuah apartemen yang tidak begitu elit, aku berdiri menunggu sang majikan datang menjemput. Dari sebuah taman muncul seorang wanita yang tersenyum padaku. Diakah orangnya? hatiku bertanya-tanya. Dan memang benar dialah orangnya. Serah terima antara agen dan majikan berlangsung. Detik itu juga aku resmi dibawa majikan.

Kali ini aku bekerja pada keluarga bermarga Lui. Aku merawat 2 orang anak. 1 laki-laki berumur 8 tahun dan 1 lagi perempuan berumur 13 tahun. Kedua majikanku bekerja, jadi akulah yang mengurus kedua anak mereka. Dari urusan sekecil apapun, majikan perempuan mempercayakannya kepadaku. Saat pertama kali bertemu dengan majikan perempuan, aku sudah menangkap kesan baik ada pada dirinya. Dia orangnya supel dan cekatan. Dia suka sekali mengajakku ngobrol membicarakan segala sesuatu. Kadang aku dianggapnya sebagai teman diskusinya sebatas kemampuanku berpikir. Atau boleh dibilang aku malah banyak belajar kepadanya. Dari setiap obrolan, nyonyaku selalu menyelipkan wejangan-wejangan atau pelajaran berharga yang bisa aku petik. Dia selalu bercerita tentang tradisi keluarga Tionghoa. Tentang obat-obatan herbal China yang diyakininya bisa menyembuhkan segala macam penyakit. Ketika nyonya bercerita, aku dengan senang hati mendengarkannya. Kadang aku juga melemparkan beberapa pertanyakan kepadanya.

Dia sempat heran dan berkata,” baru kali ini, dari sekian pembantuku yang tertarik dengan cerita-cerita tentang tradisi Tionghoa”. Aku hanya tersenyum menanggapinya. Karena aku memang benar-benar tertarik dengan kultur Tionghoa.

Keakraban keluarga majikanku ini, membuat aku merasa nyaman bekerja dengan mereka. Majikanku selalu terbuka dalam setiap hal. Tak jarang nyonya mencurahkan uneg-uneg-nya padaku. Dari sinilah aku banyak belajar tentang kehidupan dari keluarga ini. Tentang kesederhanaan yang selalu diterapkan keluarga Lui. Tentang bagaimana nyonya selalu menempatkan diri sebagai seorang ibu dan seorang istri yang baik untuk keluarganya. Nyonya tidak pernah menunjukkan sifat berkuasa seperti para majikanku terdahulu. Sebagai seorang istri, nyonya selalu melayani tuan dengan baik. Segala kebutuhan tuan, nyonyalah yang menyediakan. Aku hanya membantu bila dibutuhkan. Dan sebagai seorang ibu, sesibuk apapun nyonyaku selalu meluangkan waktu bagi anak-anaknya. Dia berusaha menjadi ibu yang selalu melindungi buah hatinya. Aku melihat nyonya memperlakukan anak-anaknya bagaikan seorang sahabat yang selalu ada kapanpun dibutuhkan. Walau kadang nyonya capek bekerja seharian tapi dia selalu menyempatkan diri untuk bermain-main dengan anak-anak. Seakan rasa capeknya hilang setelah melihat keceriaan buah hatinya.

Ya, itulah nyonyaku. Akan tetapi bukan berarti nyonya tak punya amarah. Sesekali nyonya juga marah bila menemukan sesuatu yang tidak berkenan di hatinya. Satu pelajaran berharga lagi, bila nyonya marah dan semarah apapun, nyonya tidak punya rasa dendam. Dan nyonya juga tidak pandang bulu, siapapun yang dianggapnya salah, maka nyonya akan memarahinya. Namun begitu, nyonya tak pernah berlarut-larut dikuasai emosi. Aku menganggapnya suatu kewajaran bila dia marah. Karena memang rasa marah dimiliki oleh siapapun. Dan selama ini emosi nyonya masih dalam tahap wajar. Dalam hal mendidik anak, nyonya tidak terlalu otoriter dan memaksakan kehendak pribadinya. Nyonya selalu mengikuti apa kemauan anak-anaknya selama itu mendidik dan positif. Dia tidak pernah mengekang.

Majikanku kali ini lebih demokratis daripada yang terdahulu. Ketika dia bertanya apa saja kegiatanku disaat libur dan aku menceritakan bahwa aku aktif disebuah organisasi kepenulisan, dia mendukung aku sepenuhnya. Bahkan, dia memfasilitasiku dengan mengizinkan aku memakai internet rumah. Aku sama sekali tak pernah mengira majikanku mengizinkan aku memiliki laptop. Tetapi pradugaku semula meleset jauh. Betapa aku sangat beruntung memiliki majikan sebaik ini. Disaat mereka berkumpul sepulang kerja, mereka tak lupa mengajakku bersama, berbagi cerita apa saja yang terjadi seharian. Kami bertukar cerita dan selalu mencari solusi ketika siapapun diantara kami yang menemui kesulitan. Majikanku selalu menasehati anak-anaknya dan aku untuk saling menghargai satu sama lain. Tak hentinya aku mengucapkan syukur telah menemukan majikan sebaik majikanku ini. Sang majikanku pun sangat taat terhadap peraturan pemerintah Hong Kong terkait dengan hukum perburuhan yang berlaku. Mereka tak pernah melanggar hak-hak ku sebagai pekerja. Bila mereka benar-benar membutuhkan tenagaku disaat hari liburku, maka mereka akan menggantikannya dikemudian hari. Mereka tak pernah mengambil keputusan sebelah pihak. Selalu mengikutsertakan aku bila itu memang menyangkut keberadaanku.

Kini 2 tahun telah berlalu. Suka duka telah aku lalui selama dua tahun di rumah majikanku ini. Dan kontrak kedua baru saja aku tanda tangani. Majikanku sudah cocok denganku dan aku pun begitu. Harapanku, semoga aku bisa menyelesaikan kontrak keduaku ini dengan baik dan lancar.



Fanling, Hong Kong

28 Desember 2010