Search This Blog

12 July 2012

Ngobrol Gayeng Bersama Ketua UP3TKI dan Ibu Nurul Dari LP2SDM Media Hati

Panggung gembira dari KJRI "untuk" KJRI.
Hari Minggu (8/7), saya tidak ada acara yang jelas, kosong. Begitu sampai di Causeway Bay, saya menelpon Rie Blora, kawan saya. Dia sudah ada di Victoria Park lebih awal. Segera saya menuju lapangan rumput, celingak celinguk di antara para buruh migran yang asyik dengan berbagai macam perlombaan. Ada lomba balap karung, makan kerupuk, makan jeruk dan lain sebagainya. 


Setelah bertemu dengan Rie, saya bertanya,"Acara apa ta iki Rie? kok ora ana woro-worone?" 
"Acarane KJRI, ra ngerti ye?"
"Oooo, KJRI "mantu" tah?"
Untuk acara hari minggu itu memang saya tidak tahu sama sekali. Karena biasanya pasti ada woro-woro, entah itu di situs jejaring sosial Facebook atau media berbahasa Indonesia di Hong Kong. Saya memutarkan pandangan ke segala penjuru lapangan rumput yang telah dipadati tenda. Tak ada celah kosong seperti biasanya, tenda berjajar penuh. Di antaranya tenda perbankan, UKM, dan beberapa tenda dari organisasi Buruh Migran Indonesia (BMI). Untuk memuaskan rasa penasaran, saya berkeliling dari satu tenda ke tenda yang lain. Di sebelah kiri panggung semua tenda bertuliskan UKM (Usaha Kecil Menengah) dan semua memajang baju batik. Hari itu lapangan rumput Victoria Park, disulap menjadi pasar dan arena panggung gembira. Dari arah panggung, terdengar lagu iwak peyek. Tak heran jika mbak-mbak, terhipnotis dan ikut bergoyang. Sejenak lupa beban hidup.


Tak sengaja saya bertemu manager Tabloid Apakabar, Yuni Sze. "Yan...aku wawancaranen ta," guraunya. 
"Ada acara besar begini kok ga ada woro-woro tho mbak?" tanyaku
"Sebenarnya KJRI sudah menghubungi Apakabar, dan media lain tapi masa maunya gratisan wae, katanya ndak ada budget untuk iklan,  wong mengundang UKM wae isa kok pasang iklan ga ada budget.wis jan nuemen rek.
"Ha ha ha...."
"Aja ngguyu thok, ndang melu investasi kono lho, 15-60 jutaan untuk usaha minimart."
"Byuh, kok perasaan BMI-HK semakin dijadikan ladang empuk ya Mbak Yun."
"Ha ha ha....ya wis ati-ati, aku tak mbalik ke tenda sik ya."
[masalah investasi akan saya tulis lain waktu]


Saya kehilangan jejak Rie, ternyata dia berada di depan panggung, memotret. Tiba-tiba hujan turun, kami berlari menuju ke arah 2 tenda tak berpenghuni. Membaca banner-nya yang menarik perhatian, bertuliskan tentang Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN), wah kebetulan. Saya dan Rie rie, berteduh di situ sambil sesekali motret. 
"Mbak, ini orangnya kemana ya? kok 2 tenda dibiarkan kosong?" tanyaku pada penjaga stan sebelah. Dan dia cuma angkat bahu.


Beberapa menit, muncul seorang wanita berpakaian batik menyapa kemudian memperkenalkan diri,"Ada yang bisa dibantu mbak? Saya Ibu Nurul dari Lembaga Media Hati. Juga pemilik sebuah PJTKI di Surabaya." 
"Boleh saya bertanya-tanya seputar KTKLN, Bu?"
"Silakan..." 
"Begini Bu, kenapa membuat KTKLN itu susah/ribet sekali?"
"Lewat PT mana?"
"Kalau PT saya sudah tutup Bu, ini hanya menyampaikan keluhan kawan-kawan yang bermasalah ketika membuat KTKLN. Karena saya pribadi belum pernah membuat KTKLN. Tetapi, melihat dan mendengar keluh kesah kawan-kawan BMI kok saya jadi ikutan "gemes". Apa dan bagaimana sih pembuatan KTKLN itu Bu?"
"Kamu datang saja ke kantor dengan membawa persyaratan yang telah ditentukan selanjutnya akan kami proses. Nih, baca ya..." katanya sambil menyerahkan brosur pembuatan KTKLN dan juga kartu namanya. 
"Tapi kenapa ya bu, petugas UP3TKI itu suka berbelit-belit jika dimintai informasi?"
"Maksudnya?"
"Begini, Misalkan saja kami datang ke kantor, mereka menjelaskan informasi yang sepotong-sepotong. Kenapa tidak dijelaskan secara runtut dan gamblang sehingga kami tidak harus bolak-balik. Kok kami itu seperti bola saja, dilempar ke sana sini. Itu kan memakan waktu dan biaya juga tho Bu? Sudah begitu pelayanannya sangat tidak memuaskan. Kami itu di negeri sendiri kok ndak dihargai blas ya."
"Lain kali kalau ada petugas seperti itu, catat nama, kalau perlu foto juga orangnya. Kami sudah mengeluarkan 4 orang oknum yang tak bertanggung jawab. Kami akan berusaha memaksimalkan kinerja. Untuk lebih lanjut kita tunggu saja Pak Hariyadi, ketua Unit Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (UP3TKI)."
"Terus, sosialisasi tentang  KTKLN itu kok kurang maksimal dan sepertinya KTKLN berlaku musiman saja ya."
"Siapa bilang? sekarang di Indonesia lagi ramai kok. Saya sudah kesini 3 kali, terakhir kali bersama ketua  SBMI, siapa itu? lupa namanya."
"Moch Cholily..." 
"Ya, itu. Tapi saya hanya sosialisasi di lapangan saja, bertemu langsung dengan mbak-mbak."
 "Waktu ketua SBMI ke Hong Kong, saya ada bersamanya tapi kok saya tidak melihat ibu ya? Kalau sekarang lagi ramai masalah KTKLN, ya wajar, karena  bulan 7-8  kan musim BMI  cuti. Di luar itu sepi saja kan Bu?"
"Oh, itu tidak benar. Kan sudah saya katakan tadi bahwa saya hanya di lapangan saja tidak ke shelter seperti yang dilakukan Mas Cholily."
"Berarti ibu ke Hong Kong bukan untuk sosialisasi ya? atau hanya menemui "anak-anak" ibu? kalau yang begitu banyak Bu."
Brosur Mekanisme Permohonan KTKLN.




Ibu Nurul tidak menjawab, tetapi beranjak ke stan sebelah karena datang 2 orang BMI. Bersamaan dengan itu, datanglah orang yang kami (saya dan Rie) tunggu, ketua UP3TKI Mulailah Rie beraksi. Ikuti di sini http://babungeblog.blogspot.hk/2012/07/tentang-ktkln-bersama-ketua-up3tki.html. Sesekali saya masuk ke obrolan mereka.
"Bagaimana cara menghadapi oknum yang tak bertanggung jawab itu Pak?"
"Kamu laporkan saja, pasti nanti kami tindak lanjuti."
"Bagaimana kami bisa melapor, Pak. Sedangkan masalah KTKLN biasanya muncul menjelang keberangkatan ke negara tujuan. Kan waktunya sudah mepet, yang ujung-ujungnya adalah minta uang damai. Apakah bapak tahu itu?"
'Ya, saya tahu. Kami sedang menertibkan oknum semacam itu. Malah ada yang melaporkan seorang petugas menerima uang, ketika saya konfirmasi, dia bilang kalau uang itu sebagai kenang-kenangan. Kalau begitu kan saya tidak bisa sembarangan menuduh. Dan ada lagi yang melapor katanya dimintai uang 1 juta untuk pembuatan KTKLN, lagi-lagi saya konfirmasi dan menurut petugas itu adalah biaya transport dan mengurus yang lain-lain. Jadi itu bukan biaya membuat KTKLN. Nah! iki kan laporane simpang siur, aku rek sing repot."
"Lho? bisa juga itu sebagai dalih tho Pak? Kalau uang transport dan lain-lain saja menghabiskan segitu, ya berarti boleh dibilang itu juga biaya dalam rangka mengurus KTKLN. Untuk menghindari fitnah, saat menjalankan tugas, staff/petugas mbok ya tidak menerima apa pun."
"Tanpa mbak minta, kami juga melakukan itu. Untuk menertibkan petugas dan banyaknya calo maka pembuatan KTKLN di Juanda kami tiadakan."
"Apanya yang ditiadakan Pak? KTKLN-nya? Bagus dong Pak." 
"Bukan, yang ditiadakan formulir dan mesin pembuatnya. Karena menurut pantauan kami, banyak formulir yang dijualbelikan oknum tak bertanggung jawab. Bahkan di KJRI-HK pun kami tiadakan. Jadi untuk membuat KTKLN, ya harus datang ke kantor."
"Apa sih fungsi dari KTKLN Pak?"
"Fungsinya untuk mendata tenaga kerja luar negeri."
Ketua UP3TKI, Bapak Hariyadi Budihardjo.
"Bukankah sudah ada passport Pak? Trus kalau terjadi kesalahan seperti kasusnya (Rie) bagaimana Pak?"
Kesempatan Rie bicara, terlihat antusias sambil membanting-banting HP sebagai ekspresi kekecewaannya. Aku diam sambil mengarahkan pendangan ke panggung. Kebetulan wartawan koran Suara (Abdul Razak) lewat, aku berlari mengejarnya dan menarik dia untuk ikut ngobrol. Sayang kalau berita ini lewat begitu saja. Hanya sekitar 10 menit setelah memotret moment itu, Bang Razak pergi karena masih ada tugas lainnya. Dari arah panggung group band The Changcuters berteriak-teriak ga jelas dalam cuaca yang ga jelas pula. Obrolan semakin seru tanpa titik temu. Muleg!!


Kemudian datang lagi sepasang pengusaha yang mampir ke stan di mana saya dan Rie berada. Tiba-tiba Bu Nurul berdiri dan menyalami kami dan mengucapkan terima kasih. Sebelum kami membalasnya, saya meminta kartu nama Pak Hariyadi, tetapi sigap Bu Nurul mencegahnya dengan berbahasa yang tidak kami mengerti (Perkiraan kami adalah bahasa Madura). Saya dan Rie berpandangan, membalas jabat tangan, berterima kasih kemudian pergi. Beberapa meter dari tenda, kami ngakak bersama, gemblung!!