Search This Blog

27 April 2012

Kupu-Kupu Malam Kau Tetap Sahabatku

"Cece...kami mau ke Macau Jum'at malam nanti, kalau kamu mau keluar jalan-jalan, pergi saja. Tak usah pulang, terserah mau kemana. Nikmati malam minggu bersama teman-temanmu, masa kamu di rumah saja, sendirian lagi, pasti hou mun. Kamu juga penakut kan?. Ha ha ha...." begitulah nyonyaku bilang pada kamis sore itu, sepulang kerja. Sebenarnya aku malas keluar, tapi membayangkan kata-kata Nyonya, tinggal di rumah sendiri, ihhhh..seremmmm. Dan ga enak selalu menolak kebaikan nyonya. He he he...


Jum'at sore, aku segera kabur keluar walau tanpa tujuan, mengikuti kemana kereta membawaku. Setelah melewati beberapa stasiun, kepalaku mendongak ke arah pintu MTR yang di atasnya ada denah/jalur yang menghubungkan kota satu ke kota lainnya. Mataku terbentur pada kota Mongkok. Tanpa tujuan yang jelas, akhirnya aku turun di Mongkok. Berjalan menuju Ladies Market yang sangat populer itu. Biasanya banyak turis belanja di sana, tak terkecuali wisatawan dari Indonesia. Karena berbagai barang bermerk dengan harga miring, ada di shopping street itu. Tapi tentu saja harus pandai menawar. Kalau tidak, bisa jadi malah tertipu dan harganya menjadi berlipat-lipat. 

Capek berputar-putar aku memutuskan untuk pulang ke rumah sahabat karibku yang stay out dari majikannya. Dia tinggal di kawasan Central. Dalam hitungan menit, aku telah sampai di Stasiun Central. Tergesa keluar dari MTR, berjalan kaki naik ke Mid-Level yang memang terletak di perbukitan. Sampai di depan gedung apartemen, baru aku menyadari aku tak punya kunci rumah dan pasti dia tidak di rumah. Sial!!
Terpaksa aku harus balik mencari sahabatku yang ada di diskotik Wanchai. Berjalan menuju halte bus dan berharap masih ada bus menuju kesana. Tak berapa lama, sebuah mini bus tampak dari kejauhan. Aku menyetopnya tanpa melihat nomer bus tujuan kemana. Dengan perasaan dongkol, aku duduk terdiam sambil mendengerkan musik dari HP. Dua kali melewati halte bus, pak sopir melirikku dari kaca yang tergantung di depannya. Aku yang sempat memergokinya, jadi merasa was-was. Tak ku sangka dia bertanya," Mau kemana Neng?"


Deg!!! Sumpah, jantungku berpacu lebih cepat. Aku menoleh ke belakang dan ternyata aku lah penumpang satu-satunya. Ya, Allah...semoga ini bukan hantu. Dengan perasaan takut, aku balik bertanya pada sopir bus itu. "Om, na....nya say...ya?"
"Iyah, malam-malam begini mau kemana? ini bis terakhir lho. Kamu mau turun di mana?"
"Aku mau turun di Wanchai Om, lewat sana kan?" Jawabku takut-takut. Kali ini aku bukan takut karena hantu, tapi dalam benakku terlintas berita yang heboh di Indonesia beberapa waktu lalu tentang pemerkosaan dalam angkot. Kalau itu terjadi padaku, tamatlah riwayatku. Modyar tenan!! 
Segera ku tepis bayangan buruk itu, ku lirik si Om. Rupanya dia tahu kekhawatiranku, lalu dia pun berkata," Ga usah wedi, aku iki wong Surabaya. Padha wong Indonesia-ne, ga mungkin aku macem-macem Neng. Iki negara-ne wong. Kon, kate lha opo nduk Wanchai? kate nduk diskotik tah?". Aku menjawab hanya dengan senyuman.



Lega! Dengan keyakinan bahwa aku akan aman-aman saja, aku berusaha rileks dan ngobrol sama si Om sopir. Tak berapa lama, aku telah sampai di Wanchai. Berusaha menelpon temanku tapi tak diangkat. Huhhh! Sebel...

Daripada bete, aku nongkrong di salah satu restoran China yang berderet di jalanan Wanchai. Sambil menunggu makanan, aku asyik ngutak ngatik HP, sampai tak menyadari ada orang yang duduk di depanku. "Lapar juga tho Neng?" sapanya.
Mendongakkan kepala, menatapnya. Eh, ternyata om sopir tadi, lumayan ada temen ngobrol, pikirku. Sambil makan, kami ngobrol ngalor ngidul ngetan ngulon.


Karena aku masih bertahan duduk, si om pamitan setelah membayar makanannya. 
"Neng, aku duluan ya. Makananmu sudah aku bayar. Hati-hati, jangan pulang terlalu larut." pesannya.
"Iya om, makasih ya..."
"Nih buat temen selama menunggu temanmu." kata si om sambil menyodorkan sebungkus rokok ber-merk Indonesia yang baru saja dibuka dan diambil satu batang.
Sambil nyengir, sekali lagi aku mengucapkan terima kasih sebelum dia benar-benar pergi. Ku terima saja rokok itu walau aku bukan perokok.



Aku melirik jam tanganku. Busyett..jam 1.30 dini hari. Buru-buru aku melangkah pergi menuju salah satu diskotik di kawasan itu. Sampai di pintu aku dihadang dua orang bodyguard. Jangkrik!! pasti gara-gara pakai sandal jepit, aku ga boleh masuk. Mereka menggeladah isi ranselku, menemukan roti dan langsung membuangnya ke tempat sampah. Aku marah dan mengumpat mereka.
"What the hell are you doing? throwing my stuff without my permission?"
"Hey, what are you talking about? you know the rule, right?
"No, i'm not!" bantahku sambil menatapnya tajam.

Karena rasa dongkol, aku tak peduli lagi, menyerobot masuk dan mencari karibku. Celingak celinguk di antara orang-orang yang asyik dengan dunia masing-masing dalam keremangan cahaya diskotik. Tiba-tiba ada yang menepuk pundakku, aku terlonjak kaget. Ternyata orang yang aku cari. " Asem!! ngageti wae...Mana kuncinya? aku mau pulang dulu nih..." 

"Bentar lagi deh, aku juga mau pulang. Tunggu ya aku ambilin minum."
Tak berapa lama dia kembali dengan segelas jus,"nih! kamu minum dan duduk manis di sini menungguku. Aku janji ga akan lama." katanya sambil nggeloyor pergi tanpa menunggu persetujuan.

Aku mencari tempat duduk di pojok sambil main games. Tak berapa lama, seseorang menghampiriku. "Hi, are you alone? wanna dance with me?" sapa seorang bule.
"No, thanks." aku berusaha menampik dengan baik-baik, tetapi bule ini memaksa hingga aku merasa jengkel, kemudian beranjak beralih tempat. Belum lama aku duduk, kembali seseorang menghampiriku.
"Ada rokok mbak?" tanpa basa basi dia meminta rokok. Kebetulan sekali tadi aku dikasih om sopir, maka  aku pun memberikan padanya. Seorang cewek cantik nan sexy.


Sambil menghisap rokok dalam-dalam, kemudian megeluarkan asap dengan ekspresi kenikmatan yang dalam pula, dia mengajak ngobrol.
"Sendirian mbak?" dia memulai percakapan.
"Iya, lagi nunggu temen. Mbak juga sendirian?" aku balik bertanya.

"Iya..." jawabnya datar tanpa ekspresi. 
"Sepertinya, aku tidak pernah melihatmu di tempat ini. Juga melihat dandananmu, sepertinya kamu bukan bagian dari dunia malam ini. Untuk apa kamu ke sini? hati-hati ya?" kata si mbak sambil menatapku keheranan. Si mbak ini berperawakan kurus, dengan rambut di rebonding sebahu, tinggi semampai. Dan dengan model baju yang pas melekat di tubuhnya menambah sexy dan cantik.
"Dulu sebelum begini aku juga bekerja sebagai pembantu sama sepertimu." dia mulai bercerita tanpa ku minta. Aku diam mendengarkan. 
"Waktu itu majikanku sangat jahat padaku, sehingga aku tidak betah bekerja di rumahnya. Aku memutuskan kontrak dan berusaha mencari majikan baru lagi. Aku mendapatkan majikan baru tapi aku harus menunggu visa di Macau karena aku memutuskan tidak pulang ke Indonesia. Satu bulan kemudian aku balik lagi ke Hong Kong dan siap masuk ke majikan baru. Berharap majikanku ini baik hati. Tiga bulan lamanya aku bekerja tanpa ada masalah. Bulan keempat mulai kelihatan tabiat jeleknya. Dan aku mulai tidak betah, namun berusaha sebisa mungkin bertahan. Di majikan ini, walau aku diperlakukan tidak manusiawi, aku bisa menyelesaikan kontrak 2 tahun. Semua ku lakukan demi keluarga dan mereka tidak tahu aku diperlakukan seperti ini. Biarlah, aku tak mau membebani mereka. Biar semua ini aku tanggung sendiri asal mereka bahagia, aku turut bahagia. Aku ingin membahagiakan orangtua . Eh, kok aku jadi nyerocos kemana-mana. Maaf ya, nama kamu siapa?" tanyanya.
"Yany," sahutku singkat. "Panggil saja aku Dewi," balasnya sambil mengulurkan tangan menjabat erat tanganku. Kami kemudian tertawa-tawa bersama bagai sahabat lama yang tak pernah bersua. Mbak Dewi pun melanjutkan ceritanya.


"Kamu belum jawab pertanyaanku tadi lho Yan."
"Pertanyaan yang mana mbak?"
"Kamu ke sini ngapain? sama siapa?"
"Oh, aku tadi ga sengaja ke sini. Tadinya cuma mau ambil kunci rumah. Eh, malah aku disuruh nunggu sahabat karibku itu. Mau pulang bareng katanya."
"Oh, hati-hati lho berteman di Hong Kong. Kok kamu kayaknya ga pernah ke sini ya? melihat style-mu yang cuek gitu, beda banget dengan yang lain."
"Jangan khawatir mbak, dia sahabatku sejak kami masih sama-sama duduk di bangku SMP. Aku sering ke sini kok, tapi ya dandan biasa kaya gini. Dan harus ngeyel dengan bodyguard dulu baru bisa masuk. He he...., trus Mbak Dewi sekarang kerja apa?" tanyaku tanpa sadar.

"Aku ga punya kerjaan tetap, kadang aku bekerja nyuci piring di restaurant, kadang aku menemani bule untuk minum sekaligus menjadi tour guide mereka."
"Trus, Mbak Dewi tinggal di mana? ehmmm, maaf...apa Mbak Dewi Overstay (OS)?"
Matanya langsung menatapku tajam, curiga. "Kok kamu nanya gitu Yan? kamu takut berteman denganku?" tanyanya menyelidik.
"Oh, tidak Mbak, justru aku mengkhawatirkanmu. Aku juga punya teman OS, dan aku merasakan ketidaknyaman mereka, namun aku juga tidak bisa berbuat banyak."
"Aku tidak OS Yan, tapi ditanda tangani oleh seorang bule, tapi dia tidak tinggal di HK, hanya sesekali saja ke HK. Makanya aku juga kerja serabutan. Pasti kamu pernah dengar cerita macam begini kan?". Dan aku hanya mengangguk
"Bulan depan, aku mau pulang ke Indo (biasa BMI HK, menyebut Indo untuk Indonesia), aku sudah capek bekerja di HK. Aku ingin buka usaha kecil-kecilan. Doakan semoga aku berhasil ya Yan." katanya sambil memelukku tiba-tiba. Saat itu aku jadi terharu, aku pun membalas pelukannya. Perasaanku campur aduk tak karuan. Kami baru tersadar, di mana kami berada saat sahabatku datang mengejutkan kami. Dia terheran-heran melihatku dan Mbak Dewi. Tanpa banyak kata, dia memberi isyarat untuk keluar. 


Aku kemudian pamitan kepada Mbak Dewi. Saat itulah ada semacam keterikatan batin di antara kami. Sekali lagi kami berpelukan. Dia membisikkan kata,"terima kasih ya, kau mau mendengarkan curhatku." Dan aku hanya mengangguk-angguk. Aku hanya ingin menyalurkan rasa simpatiku padanya dengan memeluk erat. Semoga Mbak Dewi diberi ketabahan menjalani hidup dan semoga mampu meraih masa depan yang membentang di hadapannya. Aku beranjak pergi tapi baru beberapa langkah, dia berteriak di antara hingar bingar musik disco, "Makasih rokoknya yaaaaaa...". Aku hanya menoleh sambil tersenyum membalas teriakannya.


Sebelum aku keluar dari diskotik, aku kembali bertemu dengan bodyguard yang menghadangku tadi. Sambil memonyongkan bibirku, aku berlalu di hadapannya. Dan mereka hanya menggeleng-gelengkan kepala. 
Karena sudah tidak ada bis, aku dan sahabatku naik taksi pulang. Di dalam taksi sahabatku bertanya,"Kancamu tah kuwi mau?"  
"Lagi kenal mau pas ngenteni kowe." 
Sambil termangu-mangu aku teringat semua cerita Mbak Dewi. Dia begitu tegar menghadapi hidup walau bernasib kurang mujur, tapi tak pernah mengeluh. Dia rela berkorban demi keluarga tercinta. Pengorbanan yang tak sia-sia, karena dia mampu mengentaskan kemiskinan dalam keluarganya. Hidup memang penuh liku-liku dan kita tinggal menjalaninya. 
Entahlah, tiba-tiba aku merasa kehilangan seorang sahabat, walau aku baru mengenalnya. Sepertinya kupu-kupu itu akan terbang tinggi, jauh meninggalkan aku. Kupu-kupu malam, apa pun kau tetap sahabatku. Ah, Mbak Dewi kau begitu indah di mataku....




Cece = Mbak
Hou mun = Bosan/jenuh