Search This Blog

17 January 2012

Komunikasi Masih Menjadi Kendala BMI HK (New Comer)

Sabtu (14/1) sore, aku bingung mau masak apa buat makan malam. Beruntung nyonya pulang dan bilang ga usah masak. Ku sambut dengan senyum lebar, selebar lapangan Victoria Park. He he he...
Nyonya bilang mau makan malam di rumah mama (mertuanya). Dalam hati aku senang dan membayangkan bisa leha-leha di rumah sendirian.  Sebelum pergi, dia menelpon mertuanya. Saya yang ada di dapur tak begitu jelas mendengar apa yang diomongkan nyonya, sampai akhirnya nyonya menghampiriku.

"Cece, nanti kamu ikut ya!"
"Ga usah, aku di rumah saja."
"Ikutlah, bantu aku menyelesaikan masalah. Mertuaku, darah tingginya kumat gara-gara pembantu baru itu."
Tak banyak tanya, akhirnya aku mengiyakan saja. Biasanya aku selalu menolak untuk ikut. Dan mereka tak pernah memaksa.Kemudian kami mempersiapkan diri, berangkat ke rumah nenek dengan perasaan khawatir. Aku menangkap kegugupan nyonyaku saat dalam perjalanan.

Tiba di rumah nenek, kami melihat ketegangan di sana. Pembantu baru (yang juga baru pertama aku lihat), sibuk menyiapkan makan malam di dapur. Sedangkan nenek duduk di sofa dengan muka masam. Nyonya mendekatiku dan berbisik menyuruhku menggantikan mbaknya yang lagi masak. Aku masuk dapur yang luar biasa sempitnya dan menyapa mbaknya.
"Masak apa mbak?"
Mbaknya yang masih muda, kira-kira berusia 21 tahun dan bernama Ami (aku tahu namanya, ketika nyonya memanggil dia untuk keluar dari dapur dan menyerahkan tugasnya padaku), menjelaskan sebentar kemudian keluar.

Selesai masak, mereka makan bersama sambil ngobrol santai. Aku yang memang tidak pernah makan malam, memilih keluar dan jalan-jalan di bawah apartemen. Karena nenek tidak suka melihat aku ga makan. Tetapi tak seorang pun berhak memaksaku makan. Entah apa yang terjadi selama aku tinggal keluar, satu jam setelah aku naik kembali, semua bermuka masam. Duh!!!

Nyonya memanggilku dan bilang padaku untuk mengajari Ami tentang apa pun (bahasa kantonis dan pekerjaan). Lho kok? Bukan kah dia sudah berpengalaman 2 tahun sebelumnya? Banyak pertanyaan dalam hati dan pikiran. Namun, aku simpan. Sedikit informasi dari nyonya, bahwa Ami terkendala masalah komunikasi dengan nenek. Ami tak paham apa yang diomongkan nenek, pun sebaliknya nenek juga tak paham maksud omongan Ami. Dari sinilah muncul konflik yang berujung misunderstand antara keduanya. Aku mulai paham kenapa nyonya membawaku ke rumah nenek. Kenapa nenek selalu kumat darah tingginya dan sering masuk rumah sakit belakangan ini.

Selama aku ngobrol sebentar dengan nyonya, diam-diam aku memperhatikan gerak tubuh Ami dan juga menyimak komunikasinya dengan nenek. Tersendat memang. Bahkan terkesan keduanya tak suka satu sama lain. Nenek akan lebih banyak ngobrol dan bercanda denganku dibanding dengan Ami yang memang khusus untuk menjaganya. Walau nyonya dan aku berusaha menjadi mediator, nenek tetap keukeuh menegaskan kalau dia tidak suka Ami. Ketika obrolan sedikit cair, aku dan nyonya berusaha memasukkan karakter Ami. Ajaib! Nenek dengan lancar mengeluh di depan kami. Dia bilang kalau Ami selalu pok choi atau membantah . Saat itu juga, kami konfirmasikan ke Ami, apa benar yang dikeluhkan nenek. Dan Ami pun membantah tidak.

Beberapa saat suasana kembali menegang. Nyonya pun sedikit terbawa emosi. Aku isyaratkan untuk rileks supaya tidak menambah runyam suasana. Nyonya menurut, menarik nafas berat sambil berlalu ke dapur mengambil air minum. Aku kemudian bertanya pada Ami, apakah dia benar-benar paham dengan apa yang diomongkan nenek atau pun nyonyaku ketika dia diajak ngobrol. Serta merta dia menjawab TIDAK. Oh, ternyata.....

Aku menyuruh nyonya untuk bertanya atau menyuruh Ami mengerjakan sesuatu. Nyonya kemudian meminta Ami mengambil lap kering. Tergesa dan dengan berlalu begitu saja tanpa menunggu nyonyaku selesai ngomong, Ami ke dapur. Kami menunggu di meja makan. Karena lama tak muncul, nyonya memanggil Ami keluar. Giliran aku bertanya," Ami, kamu ngerti ga, nyonya tadi ngomong apa?"
"Tidak mbak!"
"Lalu, kalau kamu ga ngerti kenapa kamu beranjak pergi? Kenapa kamu ga bilang saja belum paham?"
"Aku takut dimarahi! Dulu aku sering di marahi majikan yang lama ketika aku bekerja tidak cepat dan salah."
"Ami, kalau kamu ga tahu sebaiknya kamu bertanya dan mereka tidak akan marah. Tetapi, kalau kamu tidak tahu dan berpura-pura tahu, mereka malah akan marah. Kamu ga usah takut. Kamu harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Setiap keluarga itu punya kebiasaan yang berbeda."
"Iya mbak."

Kami bertiga (Aku, Nyonya, Ami) ngobrol panjang lebar. Peranku hanya men-translate obrolan Nyonya dan Ami. Selesai ngobrol dengan Ami, aku dan nyonya kemudian ngobrol dengan nenek. Dan juga panjang x lebar. Akhirnya kedua pihak paham dan  mengerti. Nenek mau mengerti kekurangan dan kelebihan Ami. Begitu pun Ami mau memahami nenek. Nenek dan Ami pun saling bersalaman. Berjanji saling mengerti dan memahami. Clear and deal!!

Kepalaku menoleh ke arah jam dinding. Wadauwww...jam 11 malam.Gila! mana rumahku jauh lagi. Rumah nenek masih berantakan, mangkok belum dicuci, lantai belum dipel. Nyonya ku paham, dia beranjak mengambil sapu kemudian menyapu sekaligus mengepel lantai. Sedang kan aku mencuci mangkok di dapur. Ami membantu nenek minum obat. Karena rumahnya yang kecil maka dalam sekejab pekerjaan selesai. Aku dan nyonya serta anak-anak berkemas untuk pulang ke rumah. Meninggalkan rumah nenek sudah lewat tengah malam.

Di tengah jalan, tiba-tiba nyonya berseru,"kita makan ice cream berempat yukkkk.....sambil me-rileks-kan otot sebentar."
"Aku ga ikut." jawabku spontan. Gila aja, dinginnya kaya es masih mau makan es krim.
"Ikutlah, enak lhoh...this is very famous place you know." Nyonya merayu dan kedua momonganku pun menambahi,"Cece, ada es krim rasa kopi, pasti kamu suka." sambil menarik-narik tanganku.
Akhirnya aku mengalah, makan es krim semangkok berempat. Selesai makan es krim, kami pulang. Nyampe rumah hampir jam 1.30 dini hari. Edyan! batinku. Bergegas aku mandi, kemudian  masuk kamar, karena kecape'an, wis  langsung bleg sek. Zzzzzz....zzzz....