Search This Blog

21 July 2012

KTKLN Perlindungan atau Bisnis (?)


Masalah Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN), rasanya semakin pelik dan menakutkan bagi kawan-kawan Buruh Migran Indonesia (BMI). Entah mengapa pemerintah yang seharusnya melindungi justru semakin mempersulit keadaan. UU No 39 Tahun 2004 pasal 105 ayat (2) yang berbunyi,” Selain dokumen yang diperlukan untuk bekerja ke luar negeri, TKI yang bekerja di luar negeri secara perseorangan harus memiliki KTKLN.” Dan pasal 62 ayat (1) yang berbunyi,” Setiap TKI yang ditempatkan di luar negeri, wajib memiliki dokumen KTKLN yang dikeluarkan oleh Pemerintah.” Justru UU tersebut dijadikan ladang empuk bagi orang-orang yang berkepentingan pribadi belaka.

Karena ketidaktahuan BMI akan pasal-pasal tersebut di atas, maka kesempatan ini dimanfaatkan oleh oknum yang tak bertanggung jawab untuk memeras kawan-kawan BMI. Dengan dalih untuk perlindungan maka mereka memaksa BMI untuk memilikinya. Sebenarnya tanpa dipaksapun, kalau itu sudah tertera dalam UU yang mewajibkan setiap TKI yang ditempatkan di luar negeri wajib memiliki KTKLN, sebagai warga negara yang baik pasti akan mematuhi peraturan tersebut, bila benar-benar dilaksanakan sesuai UU tersebut dan tidak merugikan. Misalkan saja seseorang yang bepergian ke luar negeri harus memiliki passport. Nah, karena passport memang diwajibkan dan memang dibutuhkan, maka dengan legawa, setiap orang yang pergi ke luar negeri pun memilikinya.

Berbeda dengan KTKLN. Dari sekian cerita pengalaman BMI yang pulang kampung, tidak satupun dari mereka yang merasa legawa mengurus KTKLN ataupun menghadapi oknum yang tak bertanggung jawabMereka membuat KTKLN pun bukan berdasarkan kesadaran yang mewajibkan memiliki KTKLN. Akan tetapi mereka membuat KTKLN karena merasa ketakutan dengan ulah oknum-oknum bandara atau mungkin hanya sekedar menyumpal mulut mereka agar diam.Dan anehnya pemerasan ini tidak hanya terjadi di bandara dan oleh orang luar, bahkan terjadi juga dalam birokrasi dan pelakunya adalah para birokrat itu sendiri. Dan ini sudah menjadi rahasia umum.

Belakangan ini banyak BMI yang ketika pulang kampung berusaha mengurus kartu tersebut. Dengan berbekal informasi yang mereka peroleh sebelum kembali ke tanah air, bahwa mengurus KTKLN bisa sehari jadi, dipermudah dan satu lagi yang digembor-gemborkan Ketua BNP2TKI, bahwa mengurus KTKLN gratis alias tidak dipungut biaya. Namun kenyataan di lapangan tidaklah begitu. Banyak BMI yang harus gigit jari, ngowoh, mangkel, nggrundel bahkan ngeyel berargumen dengan petugas pun tidak ada gunanya. Mereka terpaksa atau dipaksa (mungkin) tetap harus membayar sejumlah uang untuk segala tetek bengek persyaratan membuat KTKLN. Oh, sungguh aneh bila kartu KTKLN yang katanya untuk perlindungan tapi malah diperjual-belikan. Perlindungan adalah hak asasi bagi setiap warga negara tanpa memandang status sosial. Dan melindungi adalah kewajiban negara kepada seluruh warga.

Siapa yang lebih membutuhkan KTKLN? Pemerintah atau BMI? Jadi KTKLN itu bisnis atau perlindungan? Semua itu masih menjadi pertanyaan besar. Dan butuh kekuatan dari BMI sendiri untuk menguak rahasia besar dibalik KTKLN. Semoga!?

2 comments:

Anonymous said...

Mbak Yani Curang, sopo kui sing neng foto hihihi

Yany Wijaya Kusuma said...

Hah? itu kamu tho? ga papa, kan jadi terkenal. hehe....